BolaStylo.com - Es teh adalah salah satu minuman yang dapat menghilangkan rasa dahaga ternyata juga meninmbulkan ancaman penyakit bagi manusia.
Es teh menjadi salah satu minuman primadona yang begitu digemari masyarakat.
Rasanya yang manis dan segar membuat masyarakat begitu gemar mengkonsumsi es teh.
Terlebih es teh dapat ditemukan mulai dari warteg hingga restoran bintang lima.
Namun, es teh ternyata dapat menjadi minuman yang berbahaya bagi kesehatan manusia apabila dikonsumsi secara berlebihan.
Baca Juga : Sudah Jatuh Tertimpa Tangga, Kekalahan Brunei dari Thailand Memakan Korban
Dilansir BolaStylo.com dari Tribun Style yang melansir Reuters, seorang pria Arkansas berusia 56 tahun menderita gagal ginjal karena minum terlalu banyak es teh.
Tiga dokter Arkansas, Amerika Serikat menceritakan hal itu dalam sebuah surat yang diterbitkan oleh New England Journal of Medicine.
Seorang pria datang ke rumah sakit dengan nampak lemah, kelelahan, dan nyeri tubuh, bersama dengan kreatinin tingkat tinggi, yang digunakan sebagai indikator fungsi ginjal.
Kala itu, dokter dibuat bingung karena pria itu tak memiliki sakit ginjal, maupun riwayat sakit ginjal di keluarganya.
Baca Juga : Ezra Walian Kembali Berikan Suntikan Semangat untuk Timnas U-23 Indonesia
Setelahnya, pria tersebut mengatakan bahwa ia minum 16 gelas es teh setiap hari.
Hal inilah yang menyebabkan pria itu kelebihan asupan oksalat yang menyebabkan ginjalnya berhenti berfungsi dengan baik.
"Dalam kasus ini ada kristal oksalat di dalam ginjal, dan itu menghasilkan reaksi inflamasi," kata Umbar Ghaffar dari University of Arkansas for Medical Sciences kepada Reuters.
Dokter Gaffar menyebut makanan lain seperti stroberi dan bayam juga kaya akan oksalat, sehingga perlu dikontrol mengonsumsinya.
"Jika itu tidak terselesaikan, itu akan menyebabkan jaringan parut dan kehilangan jaringan ginjal. Jadi itulah yang mungkin terjadi pada pasien ini," tuturnya.
Penyakit ginjal kronis sendiri seingkali disebut sebagai the silent killer.
Artinya, penderita seringkali tidak merasakan gejala tertentu hingga penyakit sudah memasuki stadium lanjut dan fungsi ginjal telah menurun.
"Penyakit ini baru diketahui orang umumnya ketika sudah mencapai stadium tiga sampai empat. Pasien heran saat disuruh cuci darah karena tidak tahu sudah terkena penyakit ginjal sebelumnya," ujar Guru Besar Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Parlindungan Siregar, seperti dikutip Kompas.com,Jumat (13/3/2015).
Keterlambatan deteksi dan penanganan penyakit tersebut menyebabkan prevalensi kematian akibat ginjal kronis di beberapa negara cukup tinggi.
Source | : | Tribun Style |
Penulis | : | Aziz Gancar Widyamukti |
Editor | : | Aziz Gancar Widyamukti |