BolaStylo.com - Calon lawan Jonatan Christie di Olimpiade Tokyo 2020 ternyata menyimpan kisah perjuangan luar biasa dalam karirnya.
Hasil drawing Olimpiade Tokyo 2020 memastikan tunggal putra Indonesia, Jonatan Christie masuk grup G.
Di grup G ia harus bersaing dengan Loh Kean Yew (Singapura) dan Aram Mahmoud.
Dari dua lawan yang harus dihadapi Jonatan di kompetisi kali ini, Aram Mahmoud memiliki sebuah kisah perjuangan yang tak biasa dalam karirnya.
Pebulu tangkis berusia 23 tahun itu harus terpaksa menjadi pengungsi karena konflik di negara asalnya.
Dilansir dari Olympic.com, Aram Mahmoud sudah berstatus jawara bulu tangkis di Suriah sebanyak dua kali pada 2014 silam.
"Aku menang Syria Men's Championship kedua kalinya berturut-turu (2014) dan Arab Youth Championship sementara aku masih menunggu dukungan penuh dari Federasi Bulu Tangkis Suriah, terutama karena ranking internasionalku di level junior adalah 85," tutur Mahmoud.
Pada saat itu, ia sejatinya tengah dalam masa menunggu dukungan dari Federasi Bulu Tangkis Suriah tapi takdir berkata lain.
Krisi yang diharapkannya berakhir justru makin meningkat dan menimbulkan kekacauan di mana-mana.
"Ketika aku menunggu akhir dari krisisi di negaraku, aku mendapat tepat sebaliknya, krisis meningkat," jelasnya.
Ia pun akhirnya memilih mengungsi ke Belanda setahun kemudian untuk melarikan diri dari konflik yang terjadi di negaranya.
Namun, mengungsi ke negara lain tak lantas membuat karirnya langsung mudah.
Karena dia sudah berkompetisi secara internasional untuk Suriah, maka Mahmoud harus menunggu tiga tahun untuk bisa bergabung ke sirkuit nasional.
Di masa tiga tahun itu, ia hanya bisa bermain di area lokal, regional dan level nasional saja.
Dalam situasi yang kurang baik itu, ia merasa jika bulu tangkis menjadi sesuatu yang menguatkannya.
"Bulu tangkis adalah satu-satunya penghubung dengan negaraku dan keluargaku usai imigrasiku ke Belanda," tuturnya pada BWF.
Bulu tangkis membuatnya bisa bertemu teman baru dan juga masuk ke klub, BV Almere yang akhirnya membantunya kembali membangun dan juga menetap di satu tempat.
"Bulu tangkis mengiinkan ku untuk mendapatkan bantuan dalam integrasi ku di Belanda. Tantangannya besar tapi aku menggunakan bulu tangkis sebagai alat untuk berteman. Di awal bulan, aku pindah berkali-kali dari desa ke desa yang lainnya, hal-hal berubah ketika orang-orang menolongku dengan menemukan sebuah klub di mana aku bisa bermain bulu tangkis," kenangnya.
Ia pun merasa bersyukur karena mendapatkan dukungan dari keluarga dan juga teman-temannya.
"Aku diberkati dengan dukungan dari keluargaku dan banyak teman. Mereka mengizinkanku belajar bahasa Belanda dan mengenal orang-orang Belanda yang menolongku dalam bekerja keras dan berkembang, dalam persoalan hidup, kehidupan sosial dan olahraga," cerita Mahmoud.
Dengan segala usaha yang dilakukannya, Mahmoud akhirnya bisa bermain secara internasional di bawah bendera Belanda.
Ia pun terus mempertajam kemampuannya dengan mengikuti berbagai turnamen.
Tapi, saat dia mulai menemukan ritmenya, pandemi menyerang dan aturan pembatasan di Belanda membuatnya kesulitan melatih kemampuannya.
Ia pun mencoba berlatih hingga ke negara lain seperti Jerman dan Belgia, dan kini ia menjadi salah satu pebulu tangkis yang akan bermain di Olimpiade Tokyo 2020.
Terkait keikutsertaannya itu, ia mengaku ingin memberikan segalanya di lapangan dan mengembangkan kemampuannya agar bisa berkompetisi dengan pemain top.
View this post on Instagram
Penulis | : | Ananda Lathifah Rozalina |
Editor | : | Ananda Lathifah Rozalina |
KOMENTAR