"Di [CdF] Amerika, saya mendapat gaji dua kali lipat dan mereka memberi saya sebuah apartemen di Acapulco dan satu lagi di Cancun untuk membuat saya tetap di sana," tuturnya.
Saat akhirnya memilih tinggal di klubnya, America dan seolah memiliki dunia di genggamannya, Cabanas bersama istrinya pergi ke sebuah kelab malam di kota Meksiko, Bar bar.
Tak disangka kedatangan Cabanas pada 25 Januari 2010 silam ke klub malam tersebut malah menghancurkan kariernya.
Di klub tersebutlah, Cabanas menjadi korban penembakan saat berada di toilet.
Cabanas ditembak di bagian kepalanya dan dibiarkan hampir mati pada jam 5 pagi.
Beruntungnya, secara ajaib Cabanas berhasil selamat dari insiden mengerikan tersebut meski ia harus mengalami koma selama sepuluh hari.
Dalam sebuah wawancara, pemain yang berposisi sebgaai penyerang itu mengaku sempat bertemu tuhan dan dia diberitahu jika ini belum saatnya untuk mati, dia diminta kembali dan membantu mereka yang membutuhkan.
Di kemudian hari, Cabanas menyatakan kepada BBC jika kondisi fisiknya yang fit mendukung keselamatannya, ia pun mengklaim jika sepak bola menyelamatkan hidupnya.
Adapun orang yang berusaha membunuh Cabanas dikenal di jalan-jalan Mexico City dengan nama 'JJ', Jose Jorge Balderas Garza.
JJ diduga bekerja untuk pembunuh bayaran yang ditakuti yakni Edgar 'Barbie' Valdez Villarreal, yang pada saat penembakan menguasai Los Negros, kartel sayap bersenjata yang menyelundupkan obat-obatan terlarang.
JJ sempat dipenjara pada 2019 atas tuduhan kegiatan kejahatan terorganisir namun tak pernah diadili atas kejahatannya pada Cabanas.
Source | : | The Sun |
Penulis | : | Ananda Lathifah Rozalina |
Editor | : | Ananda Lathifah Rozalina |
KOMENTAR