BolaStylo.com - Eks penyerang AC Milan, Andriy Shevchenko mengungkap kisah pilu tentang kehidupannya di masa lalu yang penuh tragedi.
Andriy Shevchenko menjadi salah satu sosok yang patut dikagumi.
Ia menjadi sosok pemain yang mengawali karir dari liga domestik Ukraina bersama Dynamo Kyiv hingga akhirnya berhasil menarik perhatian dua klub besar dunia yakni AC Milan dan Chelsea.
Shevchenko direkrut AC Milan pada 1999 yang kemudian berpindah ke Chelsea pada 2006.
Sekitar semusim lebih di Chelsea ia kembali dipinjamkan ke AC Milan pada 2008 dan kembali ke Chelsea di tahun berikutnya lalu akhirnya hengkang ke Dynamo Kiev kembali.
Ia akhirnya pensiun di tahun 2012, beberapa tahun usai pensiun ia ditunjuk menjadi pelatih Timnas Ukraina di tahun 2016 hingga saat ini.
Di balik deretan kesuksesan karirnya itu, Shevchenko ternyata memiliki kisah hidup yang cukup memilukan.
Hal itu terungkap dalam sebuah buku 'La mia vita, il mio calcium' yang menceritakan kisah masa kecil Shevchenko yang ditulis oleh Alessandro Alciato.
Shevchenko ternyata ikut merasakan dampak bencana nuklir Chernobyl di tahun 1986 saat Ukraina masih menjadi bagian dari Uni Soviet.
"Saya berharap tidak mengejutkan siapapun dengan mengatakan bahwa semua tampak normal bagi saya," jelas Shevchenko dalam sebuah wawancara.
"Saya berusia 10 tahun, saya bersenang-senang seperti orang gila, bermain sepak bola dimana-mana, mereka membawa saya ke akademi Dynamo Kiev."
"Kemudian, reaktor 4 meledak dan mereka membawa kami semua. Saya masih merasa sakit, bus dari Uni Soviet tiba dan membawa semua anak-anak usia 6-15 tahun, saya berada di 1.500 kilometer dari rumah dan saya ingat hidup seolah-olah saya berada dalam film," terangnya.
Shevchenko juga mengungkap kisah pilu tentang kondisi teman-teman masa kecilnya di kampung halamannya dulu.
Namun, bukan karena bencana nuklir tersebut tapi karena pengaruh lain di tengah runtuhnya Uni Soviet.
Shevchenko menuturkan jika teman-temannya yang kehilangan arah saat itu mulai terjerumus pada obat-obatan dan alkohol hingga senjata yang merenggut nyawa mereka.
"Di lingkungan sata, saya mulai kurang dan semakin kurang semua teman saya meninggal dunia, bukan karena radiasi tapi karena alkohol, obat-obatan dan masalah senjata."
"Retakan di tembok Uni Soviet semakin besar, dunia yang kami tahu sedang runtuh dan seperti semua orang, teman-teman saya tidak lagi percaya pada apapun dan tersesat," terngnya.
Dia lantas mengklaim jika dia masih bisa selamat dan tak kehilangan arah seperti teman-temannya karena rasa cinta orang tua dan juga sepak bola yang disukainya.
"Hanya cinta orang tuaku dan sepak bola yang menyelamatkanku," pungkasnya.
Source | : | Marca |
Penulis | : | Ananda Lathifah Rozalina |
Editor | : | Ananda Lathifah Rozalina |
KOMENTAR