BOLASTYLO.COM - Ketua Save Our Soccer, Akmal Marhali mengungkapkan beberapa persoalan di balik terjadinya tragedi Kanjuruhan di Malang, Sabtu (1/10/2022) malam WIB.
Tragedi Kanjuruhan yang terjadi seusai Arema FC kalah 2-3 dari rival abadinya, Persebaya Surabaya menjadi topik luar biasa.
Mengingat banyaknya korban jiwa yang berjatuhan dalam tragedi Kanjuruhan. Sampai saat ini, dilaporkan terdapat 125 orang yang meninggal dunia dan ratusan lainnya terluka.
Jumlah tersebut sudah dikonfirmasi kebenarannya berdasar laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Malang yang telah diverifikasi pihak Polri hingga Minggu (2/10/2022) malam.
Di tengah suasana duka yang melanda, publik tanah air tak lupa mengawal persoalan di balik tragedi Kanjuruhan.
Salah satunya ialah Akmal Marhali selaku Ketua Save Our Soccer. Sebagai pengamat sepak bola, ia merasa tragedi sudah terjadi bahkan sebelum kerusuhan pecah.
Hal itu tak lepas dari jadwal pertandingan yang digelar terlalu malam dan penjualan tiket yang berlebihan.
Akmal mengatakan, jadwal pertandingan yang terlalu malam pun telah berkontribusi dalam menewaskan enam suporter bahkan sebelum pertandingan dimulai.
"Pertandingan digelar larut malam, PT LIB (Liga Indonesia Baru) harus merevisi ulang jadwal sepak bola yang larut malam ini," kata Akmal dikutip BolaStylo dari Kompas.com.
Baca Juga: Hancur Hingga Kena Mental, Pelatih Arema FC Merasa Jadi Penyebab Terjadinya Tragedi Kanjuruhan!
"Karena ini sangat mengganggu kenyamanan dan keamanan apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
"Terbukti, sebelum kejadian ini ada enam suporter yang meninggal dunia.
"Termasuk salah satunya Aremania dan Bonek. Karena kelelahan, kecelakaan lalu lintas, akibat jam main yang larut malam," jelasnya.
Sementara itu, penjualan tiket yang jauh melebihi kuota kapasitas stadion juga menjadi persoalan di balik tragedi Kanjuruhan.
"Polisi sudah menyampaikan bahwa hanya boleh mencetak 25 ribu tiket, tapi kemudian panpel Arema mencetak sampai 45 ribu untuk laga Derby Jawa Timur ini," kata Akmal.
"Ini over capacity sehingga kemudian jumlah penonton tidak sebanding dengan kapasitas stadion.
"Sehingga ada yang berjubel dan berdesak-desakan dan ini pelanggaran prosedural yang sangat fatal," jelasnya.
Terkait hal ini, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD membenarkan hal tersebut meski ada perbedaan angka.
Ia menjelaskan jika sejatinya aparat keamanan telah meminta agar jumlah tiket disesuaikan dengan kapasitas Stadion Kanjuruhan, yakni 38 ribu.
Baca Juga: Hancur Hingga Kena Mental, Pelatih Arema FC Merasa Jadi Penyebab Terjadinya Tragedi Kanjuruhan!
Namun, panpel Arema justru mencetak 42 ribu tiket.
"Pertandingan tetap dilangsungkan malam, dan tiket yang dicetak jumlahnya 42 ribu," tulis Mahfud di akun Instagram pribadinya.
Selain dua hal mengejutkan tersebut, Akmal juga membahas terkait penggunaan gas air mata yang sebenarnya sudah dilarang jelas dalam aturan FIFA.
Ia pun menyayangkan fanatisme sempit dari para suporter. Sebab dalam tragedi Kanjuruhan ini, murni terjadi bukan karena perselisihan antar suporter.
Mengingat, tak ada suporter Persebaya yang hadir menonton langsung di Kanjuruhan.
Melainkan karena fanatisme para suporter Arema dalam mendukung klub kesayangannya yang terlalu berlebihan sampai menimbulkan kerusuhan.
Tak lupa, ia pun menyentil PSSI dan Presiden Joko Widodo dalam kritikannya terhadap tragedi Kanjuruhan.
"PSSI tidak pernah mendidik suporter untuk menerima kekalahan," kata Akmal.
"Tak pernah ada usaha-usaha yang cukup dari PSSI untuk membuat sepak bola ini tumbuh dari akar rumput ke liga profesional itu dengan upaya mendidik.
Baca Juga: Hancur Hingga Kena Mental, Pelatih Arema FC Merasa Jadi Penyebab Terjadinya Tragedi Kanjuruhan!
"Saya juga minta ke Presiden Jokowi untuk menghentikan, moratorium dulu lah sepak bola nasional sampe ada solusi yang strategis dan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan.
"... oleh pengelola sepak bola, utamanya PSSI dan pihak keamanan, dan tentu saja pemerintah supaya sepak bola ke depan bisa lebih aman, itu saja," jelasnya.
View this post on Instagram
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Reno Kusdaroji |
Editor | : | Reno Kusdaroji |
KOMENTAR