BOLASTYLO.COM - Sebuah kisah diungkap oleh salah satu orang yang menjadi saksi mata tragedi di Stadion Kanjuruhan yang menewaskan ratusan orang.
Dunia sepak bola Indonesia mengalami kejadian kelam pekan lalu ketika Arema FC menjamu Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022).
Dalam laga tersebut, terjadi sebuah insiden yang berujung tragedi meninggalnya ratusan suporter yang menonton laga tersebut.
Berdasarkan data terakhir Kemenkes, total 131 orang dikabarkan meninggal dunia dan sekitar 31 orang mengalami luka berat serta 253 lainnya mengalami luka ringan.
Salah satu yang turut mengalami kejadian mengerikan tersebut adalah seorang Aremania asal Bantur, Dimas Bayu.
Dimas Bayu kala itu datang untuk menonton tim kesayangannya bertarung bersama beberapa pemuda yang satu desa dengannya.
Namun, saat pertandingan berlangsung mereka semua menyebar ke berbagai tempat, sedangkan Dimas dan tiga teman lainnya kebetulan ada di Gate 13.
Gate 13 adalah gate yang ramai dibicarakan karena masih terkunci saat penembakan gas air mata yang mengakibatkan banyak Aremania terperangkap di dalam.
Baca Juga: PSSI Beri Sanksi Tambahan Berat ke Arema FC Terkait Tragedi Kanjuruhan
Terkait kejadian tersebut, Dimas menuturkan jika situasi penembakan gas air mata saat itu memang bear-benar kacau.
Banyak orang yang kalut dan pank karena merasakan perih dan sesak akibat semprotan gas tersebut.
Dimas juga melihat ada beberapa orang yang mulai kehilangan kesadaran.
Ia sendiri hanya bisa mengikuti arus karena sudah tak bisa leluasa bergerak akibat berdesak-desakan.
Dimas pun sempat ada di tahap merasa pasrah karena kondisi yang begitu kacau.
"Keadaan di sana sangat terdesak-desakan. dari tribune sampai keluar stadion itu sudah tidak leluasa bergerak hanya berdesak-desakan mengikuti arus orang saja,” ujarnya seusai doa bersama di Gate 13 Stadion Kanjuruhan, Selasa (4/10/2022) malam sebagaimana dilansir dari Kompas.com.
"Posisi saya itu sudah sesak tidak bisa bernafas dan pasrah saja. sementara orang di belakang disuruh mundur-mundur itu sudah tidak memungkinkan," imbuhnya.
Dimas pun mencoba menyelamatkan diri dengan berusaha memegang jaket rekannya.
Sementara ia sudah tidak tahu temannya yang lain kemana.
"Jaket teman saya saya pegang terus ke arah pintu sini. Jadi supaya keluarnya bareng,” ujar Dimas.
"Saat tembakan gas air mata saya terpisah dengan dua teman saya yang lain jadi saya cuma berdua saja dengan teman saya yang satunya, dan jaketnya saya pegang terus. Jadi waktu jatuh pun kami berdua.”
Dimas dan temannya lantas berhasil keluar dengan selamat setelah pagar yang roboh terdorong banyaknya orang yang berdesak-deskan.
"Saya selamat dari situ karena jatuh dari pagar yang berada di samping. Kalau itu bisa saya tidak jatuh sudah tidak tahu lagi nasib saya seperti apa."
"Saking desak-desakannya terlalu kuat jadi akhirnya roboh. Tapi, kalau itu pagarnya tidak roboh saya tidak tahu lagi karena di depan saya sudah berjatuhan," lanjutnya.
Dimas juga mengakui jika ia melihat seorang wanita yang hampir kehilangan kesadaran.
"Lalu saya juga sempat menolong salah seorang wanita yang sesak nafas saat keluar ke sini. Habis itu saya beri minum dan saya keluar ke parkiran mencari teman-teman saya yang lain,” ujarnya.
Setelah berhasil keluar, Dimas mengakui jika situasi di luar tak kalah kacau, terjadi bentrok antara Aremania dan pihak keamanan.
Di titik itu, Dimas mengaku sudah terpisah dengan rekan-rekannya.
Meski begitu, ia bersyukur karena pada akhirnya semua rekan-rekannya selamat.
Alhamdulillah dari desa saya tidak ada yang meninggal, semuanya selamat,” ucap pemuda berusia 20 tahun tersebut.
Sementara soal video viral pintu Gate 13 yang terkunci, Dimas mengaku jika saat dirinya berusaha keluar pintu sudah terbuka.
Sebab, Dimas mengaku jika dia bertahan cukup lama di tribun sambil menutup muka dengan jaket setelah gas air mata ditembakkan.
Setelah sudah tidak kuat barulah dia keluar, sehingga ia tidak tahu pasti terkait video pintu terkunci yang viral.
Tapi, situasinya memang tak jauh berbeda dari video yang beredar.
"Ya saya pernah lihat video tersebut tapi waktu saya keluar pintunya sudah terbuka," kata Dimas Bayu.
"Tapi situasi nya tidak berubah sama sekali ya seperti itu, posisi sangat ramai pada berdesak-desaan dan orang-orang saling mendahului untuk keluar. Sempat terlihat juga yang terinjak-injak."
"Banyak juga yang tergeletak waktu kejadian saya keluar itu saya tidak tahu apakah ada yang meninggal atau belum. Tapi banyak yang sudah tergeletak dan kondisinya saya tidak tahu," imbuhnya lagi.
Terlepas dari itu, pengalaman di Kanjuruhan yang dirasakannya membuat Dimas memanjatkan doa terbaik untuk korban.
Dimas juga meninggalkan syal Arema di Patung Singa Tegar dan berharap tidak akan ada lagi tragedi terjadi.
"Saya memberikan syal ini karena syal itu (item) pertama kali saya beli ketika nonton Arema, jadi saya ingin memberikan itu,” ucapnya.
“Harapan saya ke depannya supaya tidak tidak terjadi lagi karena saya dengar tragedi ini terbesar yang kedua di dunia,” pungkasnya.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Ananda Lathifah Rozalina |
Editor | : | Ananda Lathifah Rozalina |
KOMENTAR