BolaStylo.com - Musisi ternama Didi Kempot meninggal dunia dengan diagnosis mengalami henti jantung mendadak (HJM).
Dunia musik Tanah Air sedang berduka karena ditinggal pergi untuk selamanya oleh salah satu musisi terbaik, Didi Kempot.
Penyanyi campur sari kenamaan, Didi Kempot meninggal dunia di Rumah Sakit Kasih Ibu, Solo, Jawa Tengah, Selasa (5/5/2020) pagi sekitar pukul 07.30 WIB.
Menurut diagnosis awal para dokter, pelantun lagu "Cidro" itu meninggal akibat henti jantung.
Baca Juga: Kehebatan Didi Kempot, Lagu Sedih Bisa Iringi Suka Cita Praveen Jordan
“Henti napas, henti jantung. Setelah kita lakukan pertolongan, kita resusitasi."
"Namun karena kondisi pasien buruk, pasien tidak tertolong. Pukul 07.45 dinyatakan meninggal oleh dokter,” kata Manajer Humas RS Kasih Ibu Solo, Divan Fernandez seperti dikutip dari Kompas.com, Rabu (6/5/2020).
Meski terdengar mirip, seseorang yang mengalami henti jantung berbeda dengan serangan jantung.
Baca Juga: Mendengar Kabar Didi Kempot Meninggal, Hati Kapten PSIS Semakin Ambyar
Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah dr Daniel P.L. Tobing, Sp.JP mengatakan penyebab henti jantung terbagi menjadi dua, yakni serangan jantung coroner dan henti jantung irama listrik.
Serangan jantung koroner terjadi hingga 75 persen dari total kasus henti jantung mendadak.
Daniel mengatakan, serangan jantung koroner terjadi karena ada sumbatan di dalam pembuluh darah jantung, sehingga jantung berhenti bekerja.
Baca Juga: Lagu Didi Kempot yang Membuat Semangat Brylian Aldama Bertambah
“Jantung tidak mendapat oksigen dan nutrisi yang seharusnya diperoleh dari darah,” ujar Daniel.
Sementara itu, henti jantung irama listrik disebabkan oleh gangguan irama listrik jantung.
Prevalensi pasien yang mengalami penyebab ini lebih sedikit daripada serangan jantung koroner.
Baca Juga: Usai Juara, Praveen Jordan Terciduk Nyanyikan Lagu Milik Didi Kempot
Daniel menjelaskan penyebab henti jantung irama listrik antara lain gangguan fungsi otak, saraf, dan beberapa penyebab nonkardiak lainnya.
“Pada henti jantung irama listrik, anatomi jantung bagus tapi ternyata bisa berhenti mendadak. Maka biasanya dokter kemudian menelaah apa yang menjadi penyebab pastinya,” ujar ia.
Dilansir dari situs Healthline, beberapa penyebab henti jantung mendadak bisa disebabkan karena penyakit jantung koroner, anatomi jantung yang besar, kelainan katup jantung, penyakit jantung bawaan, kelainan irama jantung.
Baca Juga: Tak Banyak yang Tahu, Ketan Ternyata Punya Segudang Manfaat Bagi Kesehatan
Adapun beberapa faktor risiko seseorang mengalami henti jantung mendadak disebabkan oleh merokok, gaya hidup berpindah, tekanan darah tinggi, obesitas, punya penyakit jantung bawaan, riwayat serangan jantung, kadar potasium dan magnesium rendah, serta kondisi ini bisa terjadi akibat kekerasan fisik.
Menurut situs Healthline, kondisi henti jantung mendadak bisa dialami pria di atas usia 45 tahun dan wanita di atas usia 55 tahun.
Namun, situasi ini lebih banyak terjadi pada pria.
Baca Juga: Manfaat Kurma Bagi Tubuh, Dari Menyehatkan Lambung Hingga Jantung
Nah, kondisi henti jantung mendadak ini biasanya akan disertai dengan gejala seperti pusing, sesak napas, kelelahan dan lemas, muntah, serta jantung berdebar.
Untuk mencegah terjadinya henti jantung mendadak, ada pertolongan pertama yang menjadi kunci agar seseorang bisa tetap hidup.
Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah dr Jetty R H Sedyawan, Sp.JP(K) menyebutkan, saat seseorang mengalami HJM, rentang waktu 7-10 menit pertama merupakan waktu yang tepat untuk menyelamatkan korban.
Baca Juga: 7 Sisi Lain Cristiano Ronaldo yang Jarang Diungkap, Salah Satunya Serangan Jantung!
“Pada menit-menit pertama itu, seseorang sangat membutuhkan pertolongan,” tutur Jetty beberapa waktu lalu.
Dalam rentang waktu tersebut, setiap menit mengandung risiko. Tingkat keselamatan seseorang yang mengalami HJM menurun sekitar 7-10 persen setiap menit.
“Oksigenisasi otak jadi terlambat, otak mengalami kematian sel,” tambahnya.
Baca Juga: Risiko Serangan Jantung Bisa Diturunkan dengan Memelihara Kucing, Begini Penjelasannya
Pertolongan pertama yang dapat dilakukan adalah dengan resusitasi jantung paru (CPR).
Tak harus tenaga medis, siapa pun bisa melakukannya. CPR dilakukan dengan cara menekan bagian jantung dengan dalam dan cepat.
“Jangan di tempat tidur, kalau bisa dikasih papan atau di atas lantai,” tutur Jetty.
Source | : | kompas |
Penulis | : | Aziz Gancar Widyamukti |
Editor | : | Aziz Gancar Widyamukti |
KOMENTAR