BOLASTYLO.COM - Keberhasilan membangun Jakarta di era Soekarno membuat Ali Sadikin mendapat tantangan baru, membangun kembali PSSI dengan segala kebobrokannya saat itu.
Bicara soal tanggung jawab di tubuh PSSI yang sedang hangat diperbincangkan saat ini, Ali Sadikin merupakan patokan yang tepat bagi seorang Ketua Umum (Ketum).
Dihujani kritik masyarakat negara sendiri, tapi Ali Sadikin sukses membenahi PSSI dalam waktu singkat lewat terobosan memangkas unsur seremonial laga.
Meskipun terobosannya membangun PSSI harus dibayar mahal, sebagai bentuk tanggung jawab keputusannya menjadi oposisi pemerintah.
Bersama kelompok Petisi 50, membuat Ali Sadikin memutuskan mundur dari jabatan Ketum PSSI meski saat itu sepak bola Indonesia berkembang pesat.
Baca Juga: Vietnam Ngebet Dilatih Shin Tae-yong, PSSI Diklaim Membuka Jalan
Sepak bola dan Ali Sadikin sudah terjalin erat jauh sebelum ia menjadi Ketum PSSI, tepatnya saat masih menjabat Gubernur Jakarta (1966-1977).
Ditandai dengan lahirnya Yayasan Jaya Raya, inisiasi Ali Sadikin sebagai bentuk mengayomi klub sepa bola dan atletik yang sedang berkembang.
Yayasan yang berkembang sangat baik di bawah sang dewan pengawas, Ali Sadikin itu sendiri dan cabang sepak bola paling diperhatikan serta cikal bakal lahirnya klub Jayakarta.
Hal itu disampaikan Ciputra selaku PT. Pembangunan Jaya yang juga penggerak utama yayasan, dalam buku Ciputra The Entrepeneur: The Passion of My Life (2018) karya Alberthiene Endah.
Baca Juga: Tanggung Jawab Yuridis, Orang-orang FIFA di PSSI Bisa Disanksi Pidana?
"Saat itu Soekrisman dan Hiskak Secakusuma ikut berperan aktif," ucap Ciputra.
"Karena cabang sepak bola paling diprihatinkan Ali Sadikin, kami segera membentuk klub sepakbola. Lahirlah Klub Sepak bola Jayakarta." imbuhnya.
Singkat cerita, kesuksesan Ali membuat namanya dielu-elukan sebagai calon terkuat Ketum PSSI dan bahkan dijuluki sebagai juru selamat PSSI.
Hingga pada 1977, Ali yang sudah tidak menjabat sebagai Gubernur Jakarta terpilih secara aklamasi sebagai Ketum PSSI yang baru.
Baca Juga: Iwan Bule Ngaku Bukan Pengecut, Mahfud MD: Jika Anda Punya Tanggung Jawab Moral, Mundur!
Tak ada janji yang muluk, hanya langkah pembenahan, penegakan disiplin dan iklim kerja keras di tubuh PSSI meskipun sangat sulit diwujudkan dalam waktu singkat.
Kemudian Ali juga menebas segala sistem busuk yang ada pada tubuh PSSI saat itu, seperti rangkap jabatan hingga semrawutnya pekerjaan pengurus.
Para profesional di bidangnya menjadi pilihan Ali, mendepak segala suap meskipun saat itu kondisi keuangan PSSI sedang sekarat.
Kenyataan ini sempat diwartakan oleh Majalah Tempo berjudul Delapan Bulan Bersama Ali Sadikin yang terbit di tahun 1978.
Baca Juga: Liverpool Vs Napoli - Mode Serius Juergen Klopp Akhirnya Dikeluarkan!
Dalam pemberitaannya, Ali Sadikin mengakui kondisi keuangan kritis PSSI tak lepas dari kepengurusan yang menitikberatkan pada program kerja.
Berbeda dengan kepengurusan sebelumnya yang lebih doyan menggelar laga melawan tim luar negeri tanpa peduli jalan atau tidaknya kompetisi.
"Menurut Ali Sadikin, sisa kas sampai akhir Maret (1978) lalu tercatat Rp1,9 juta. Sedangkan yang dikeluarkan dari pemasukan selama delapan bulan berjumlah Rp344 juta." tulis laporan Tempo.
Ali pun membuat perubahan signifikan, memangkas laga seremonial melawan tim luar negeri dan fokus pada kompetisi dalam negeri.
Baca Juga: Media dan Publik Vietnam Digemparkan dengan Ucapan Eks Kapten Timnas Indonesia
Meskipun tak sedikit langkahnya itu yang berujung pada kritik, ditambah prestasi tim nasional yang belum bisa bicara banyak.
Di tangan Ali Sadikin, budaya yang merugikan bangsa ditumpas dan PSSI memiliki sistem kerja yang lebih tertata, termasuk soal urusan kompetisi sepak bola dalam negeri.
Sementara kritikan yang dianggap biasa saja bagi Ali namun respons yang diberikan di luar dugaan, sosoknya dianggap sukses membangun Jakarta tapi tidak degan PSSI.
Ali Sadikin berani mengakui dirinya salah, namun ia menegaskan bahwa apa yang dijalankan menurutnya sudah benar.
Baca Juga: Nasib Proyek Training Ground Arema FC Usai Juragan 99 Mundur
Termasuk keputusan memilih sebagai oposisi pemerintah dan bergabung dengan kelompok Petisi 50 di tahun 1980.
Tak mau PSSI kena imbas karena keputusannya itu, sebagai bentuk tanggung jawab Ali memutuskan mundur dari jabatan ketua umum.
Source | : | Berbagai sumber |
Penulis | : | Eko Isdiyanto |
Editor | : | Eko Isdiyanto |
KOMENTAR